NYADRAN
(Bal-balan Sega Tambakselo Kedunggalar)
- Filosofi
o
Sejarah
Secara
turun temurun adanya adat Bersih Desa dengan melempar nasi ambengan tidak lepas
dari nilai sejarah yang ada. Pada zamanya dulu seiring berdirinya Dusun Tambak
Selo Timur, ada seorang tokoh perjuangan pada era penjajahan Belanda dengan
sebutan Ki Ageng Tambak.
Diketahui
tokoh besar tersebut merupakan seorang penentang penjajahan atas warga pribumi
yang dilakukan Belanda pada masanya. Suatu ketika Ki Ageng Tambak bersama
pengawalnya dikejar-kejar Belanda dan sampailah di tengah hutan belantara.
Dengan
posisi sudah terjepit musuh, Ki Ageng Tambak yang kebetulan ada didekat sumber
mata air atau biasa dikenal dengan “Sendang” langsung bersabda tidak ada
satupun peluru dari senapan Belanda yang sanggup menembus lokasi persembunyianya.
Maka
untuk mengenang lokasi persembunyianya dengan menandai sebongkah batu hitam ini
Ki Ageng Tambak berujar bila kelak daerah persembunyianya menjadi perkampungan
ramai maka namanya akan disebut Dusun Tambak Selo.
o
Lokasi
Menurut
masyarakat, keberadaan Sendang Tambak Selo sangat dikeramatkan masyarakat.
Sebagai contoh, setiap kali warga masyarakat ada yang melahirkan pakaian kotor
karena kelahiran, pertama kali harus dicuci di sumber air ini. Dari kepercayaan
masyarakat, kalau hal ini tidak dilakukan yang bersangkutan, maka anak atau
sanak keluarganya akan mengalami bala. Minimal akan direnda sakit-sakitan.
o
Acara
Adat
“Bersih Desa” semacam ini menurut sesepuh desa setempat merupakan warisan dari
leluhurnya yang dilakukan secara turun temurun.
Menurutnya,
ritual warisan yang cukup melegenda tersebut bagian dari nilai-nilai luhur lama
dan upaya menunjukkan bahwa manusia menyatu dengan alam. Ritual lempar nasi ini
dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap melimpahnya hasil
alam yang mampu menghidupi seluruh warga yang ada di desa ini.
Walaupun
dianggap sebagai gugon tuhon dan sepintas acara lempar-lemparan nasi ini akan
bermakna sebagai penghamburan makanan atau rejeki. Namun menurut kepercayaan
masyarakat desa setempat memiliki makna yang lain, yaitui keikhlasan untuk
berkorban dan peduli kepada orang lain bahkan makhluk hidup lain.
Tetapi
walaupun begitu, masyarakat juga tidak mau berisiko meniadakan. Faktanya,
saat ritual dilaksanakan, namun salah satu persyaratan saja tidak dilaksanakan,
akibatnya akan fatal. Bahkan ada yang tidak panen gara-gara ritual dilaksanakan
saat yang tidak tepat.
Seberapa
jauh kebenaran dari kekeramatan Sendang Tambak Selo. Pastinya sampai saat ini masyarakat merasakan
kenyamanannya dengan kepercayaannya tersebut. Hal ini barangkali bentuk lokal
genius masyarakat kita utamanya masyarakat Jawa yang mampu mengakomodir
kekuatan makrokosmos diluar kendalinya dalam harmoni hidup.
o
Kasus
“Pernah
cucu saya sakit yang berkepanjangan, menangis tanpa henti tanpa ada sebab.
Akhirnya setelah dilakukan ritual meminta maaf di sendang kemudian mencuci
pakaian yang telah dipakai, akhirnya waras,” tandas Taklim tokoh tua
masyarakat.
Cerita
tersebut dibenarkan oleh Wiryo Sumarto (60) dan Wiryo Sardi (56) dua orang yang
dipercayai sebagai juru kunci sendang.
- Lokasi
di Dusun
Tambak Selo Timur Desa Pelang Lor, Kecamatan Kedunggalar.
Tepatnya di Pundhen (Sendang Tambak Selo).
- Waktu
Ritual Nyadran yang dihelat tiap tahun pada Hari Jum’at Legi, tepatnya setelah panen kedua.
- Durasi
sekitar satu jam mulai sekitar jam 15.00 WIB hingga waktu ashar.
- Bentuk
1.
Acara ritual bersih desa didahului dengan isthighosah
2.
Acara Ritual
yang berupa lempar bola-bola nasi sebagai
acara puncaknya.
- Prosesi
1. Satu hari sebelum pelaksanaan Bersih
Desa, pihaknya melakukan istighosah bersama warga dan tokoh masyarakat serta
para ulama.
2.
Masing-masing kepala keluarga
diwajibkan memberikan sumbangan nasi bungkusan (dibungkus dengan daun pisang atau jati) lengkap dengan lauknya
(ambengan) berjumlah antara 5 – 10 bungkus. Namun ada juga yang membawa dupa dan sesajian.
3.
Nasi bungkusan dari masyarakat
yang telah terkumpul dalam sebuah bungkusan beserta lauk pauk (ambengan)dikumpulkan di
sebelah timur sendang.
4.
Setelah usai dido’akan atau
dimanterai oleh kades, didampingi oleh seorang pelawangan ataupun juru kunci, ritual lempar nasi
dimulai langsung di Punden Desa berupa sumber air yang oleh masyarakat setempat
disebut Sendang Tambak Selo.
Sementara Sesaji yang berupa Bunga beraneka ragam dikumpulkan di bawah pohon
trembesi yang sudah berumur ratusan tahun. Sedangkan dupanya dibakar dekat
tumpukan sesaji yang dikumpulkan warga.
5.
kemudian secara spontan masyarakat
yang telah berkumpul tersebut berebut nasi. Bukannya untuk dimakan atau dibawa
pulang, melainkan dilemparkan sembarangan kepada gerombolan orang.
Setelah usai dan puas saling lempar kemudian
masyarakat buyar pulang ke rumah masing-masing. Dan upacarapun telah dianggap
usai
- Suasana
Suasanapun hiruk pikuk penuh kekacauan hampir sekitar satu jam mulai sekitar jam 15.00 WIB hingga waktu ashar. Seluruh masyarakat yang tumpah ruah, baik pria dan wanita, anak-anak dan orang-orang yang telah uzur juga ikut lempar-lemparan nasi tanpa henti. Bahkan mereka saling kejar-kejaran.
- Aturan
Walaupun mereka boleh menyerang satu sama lain dengan
senjata bola-bola nasi yang tersedia, mereka tidak boleh menyerang tempat duduk
kepala desa, petinggi, serta para tokoh masyarakat yang ditempatkan ditempat
tersendiri.
- Tujuan
1.
Istighozah
Kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih
intropeksi diri juga lebih berserah diri terhadap Allah SWT.
2.
Ritual
Menurut penjelasan dari pelawangan
atau juru kunci, bahwa upacara ritual lempar nasi memiliki maksud dan tujuan
tertentu. Salah satunya yaitu sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan dan
bersedekah kepada sesama setelah panenan warga melimpah. Namun,
Sedekah
itu tidak hanya ditujukan kepada manusia, tetapi juga kepada makhluk
hidup lain, termasuk binatang liar dan makhluk halus yang menjadi danyang di
desa pelang lor.
November 6, 2014 at 8:49 PM
Keren. Pernah hadir tapi rung sempet foto dan buat cerita tentang budaya ini.