KUNGKUMAN ing Tugu Soeharto
Masyarakat sekitar meyakini
cerita,konon ketika Almarhum Presiden Soeharto masih hidup upacara ritual
dilakukan bersama Almarhum Romo Diyat (guru spritual Soeharto). Nama Tugu
Soeharto bermula saat Presiden RI ke-dua Soeharto yang kala itu berpangkat
mayor bertugas di Semarang dalam perang melawan Belanda. Saat itu beliau lari
ke arah selatan kota yang saat itu masih berupa hutan, beliau melompat ke
sungai yang merupakan pertemuan dua arus sungai, dan kemudian menancapkan
tongkat dan berendam di sana. Menurut cerita, Tugu Soeharto yang berada di Kali
Garang, Sampangan, merupakan tempat persembunyian mantan Presiden Soeharto saat
menghindari kejaran tentara Belanda. Pada saat itu, dia melakukan kungkum di
dalam sungai yang merupakan pertemuan antara Kali Kreo dan Kali Gunungpati. Di
titik inilah kemudian dibangun monumen yang bernama Tugu Soeharto dan
masyarakat yang ikut percaya pada aliran kejawen Soeharto ikut melanjutkan
tradisi berendam atau kungkum tersebut.
Masyarakat Jawa yang masih memegang teguh
nilai-nilai tradisi memang masih sering melaksanakan ritual-ritual yang biasa
dijalankan para leluhurnya. Termasuk dalam sebuah ritual dalam menyambut tahun
baru dalam penangggalan Jawa ini (atau Tahun Baru Hijriah dalam Kalender
Islam). Di masing-masing daerah pasti memiliki tradisi dan ritual sendiri.
Seperti yang terjadi di Kelurahan Bendan Duwur, Sampangan, Semarang, untuk
menyambut malam 1 syura daerah ini mengadakan ritual kungkum (ngalap berkah) yang
dilakukan di pertemuan antara arus Kali Garang dan Kali Kreo yang letaknya
berada di Tugu Soeharto. Ritual tersebut
sudah dilakukan sejak dulu dan menjadi
tradisi tahunan dalam menyambut tahun baru Islam.
Sebagian masyarakat mempercayai dengan melakukan
ritual tersebut mereka akan mendapatkan berkah dan keselamatan serta akan
dikabulkan keinginannya. Karena mereka menganggap bahwa kepercayaan yang mereka
yakini sebagai nilai spiritual yang terdapat di Tugu Soeharto. Bahkan sebagian
warga percaya dengan melakukan ritual tersebut,mereka akan sembuh dari penyakit
kulit. Namun, bagi mereka yang kurang meyakini hal tersebut mereka hanya
sekadar ikut-ikutan turun ke pertemuan arus tersebut untuk membuktikan
kebenaran akan pertemuan arus tersebut.
Pada tradisi Kungkuman malam 1 Syura
dilakukan setiap tahun sekali, dimana rangkaian acara tradisi tersebut terdapat
hiburan-hiburan malam, seperti pasar malam dan orkes dangdutan. Yang kemudian
di puncak acara, sekitar jam 11 malam masyarakat berbondog-bondong ke arah Kali
atau hanya sekadar menonton di sepanjang jembatan. Setelah tengah malam,
sebagian masyarakat mulai turun ke Kali untuk melakukan ritual kungkum dan
mandi, atau hanya sekadar menyaksikan ritual tersebut. Masyarakat tidak dapat
memastikan sampai kapan ritual kungkum seleasi, karena berakhirnya ritual
bergantung pada setiap individu yang melakukannya.
Sumber Wawancara Ketua Panitia Suronan Tugu SOeharto 2013